SATRIO PININGIT MENURUT ALQUR’AN
Sebahagian besar ummat islam yang ada di Indonesia terlebih-lebih lagi umat islam yang ada di luar negeri tidak mungkin mempercayai cerita akan munculnya tokoh Satrio Piningit. Alasan mereka enteng-enteng saja dan amat sangat sederhana kalau tidak ingin dikatakan menggampangkan atau menganggapnya sepele. Mereka tentu akan mengatakan kalau cerita itu tidak ada dasar haditsnya dan tidak ada ayatnya dalam Alqur’an, apa lagi Satrio Piningit hanya ramalan Joyoboyo. Dalam fiqhi islam, haram hukumnya mempercayai ramalan. Bagi ummat islam keturunan Jawa, mereka bersikap lebih moderat dan santun karena takut kuwalat pada leluhurnya mengingat ramalan Joyoboyo ini sudah berusia ratusan tahun, dan dipercaya oleh leluhur mereka.
Ummat islam yang bergaris keras tegas, yang menghitamputihkan persoalan, yang mengharamkan ramalan bersikap ambivalen dan pembual. Mereka mengharamkan ramalan akan tetapi menghalalkan prediksi. Terminologi “ramalan” adalah menyampaikan sesuatu yang belum terjadi tapi akan terjadi. Makna kata “prediksi” atau “perkiraan” tidak ada bedanya dengan “ramalan”. Prediksi atau perkiraan dapat diterima oleh ummat islam karena rentang waktu kejadiannya relatif singkat, meski prediksi atau perkiraan bermakna ramalan juga.
Parameter untuk mengetahui benar tidaknya sebuah ramalan hanya dua. Pertama, rentang waktu yang panjang antara saat ramalan pertama kali disampaikan dengan waktu kejadiannya. Kedua, jumlah manusia yang percaya (beriman) apakah semakin bertambah atau berkurang yang pada akhirnya punah, habis ditelan bumi. Kedua parameter di atas dipenuhi oleh ramalan Joyoboyo, waktu yang panjang dan orang yang percaya semakin bertambah dan tidak terbatas di pulau Jawa saja.
Beda halnya dengan penganut kepercayaan “tolotang” (berafiliasi ke agama hindu) di kabupaten Sidrap – Sulawesi Selatan. Cahyo Nayaswara telah melakukan penelitian dan menyimpulkan bahwa aliran itu menganut faham animisme yang bersumber dari ajaran Lagaligo. Mereka menunggu munculnya seorang tokoh yang bernama Sawerigading (putera Lagaligo) untuk yang kedua kalinya. Pemimpin spiritual mereka disebut uwak. Semua pengikut tunduk pada perkataan uwaknya. Aliran ini juga meramalkan dan meyakini akan munculnya seorang tokoh penyelamat. Kepercayaan ini sudah berusia seribu tahun lebih dan pengikutnya sekarang tinggal beberapa ratus Kepala Keluarga saja. Karena parameter kedua tidak terpenuhi maka kami kesampingkan. Ramalan mereka tidak memenuhi syarat untuk bisa dijadikan rujukan dalam mencari kebenaran sebuah ramalan.
Kiamat adalah peristiwa yang belum terjadi akan tetapi sudah lama dijanjikan. Kiamat pertama kali dijanjikan pada masa nabi Nuh alaihissalam. Janji kiamat masih berlaku sampai hari ini dan entah sampai kapan. Hanya Allah yang tahu karena Dia yang berjanji, maka biarlah Tuhan sendiri yang membuktikan janjiNya. Janji Tuhan sifatNya pasti. Ummat islam dan kristen meyakini janji Tuhan karena janji itu terdapat dikitab sucinya. Sedang hindu, budha dan kong hu chu bersikap moderat karena janji itu tidak terdapat di dalam kitabnya.
Joyoboyo bukan Tuhan, karena itu kebenaran yang dia sampaikan menggunakan kata “ramalan” sebab hanya kata itu yang pas digunakan untuk membedakan dirinya dengan Tuhan meskipun apa yang disampaikan sama-sama mengandung nilai kebenaran. Janji Tuhan bersifat pasti dan janji Joyoboyo sifatnya relatif. Untuk membuktikan relatifitasnya maka digunakan kata yang tepat yaitu “ramalan”. Ummat islam yang beriman (percaya) kepada ramalan Joyoboyo tidak dapat dikategorikan sebagai musyrik oleh karena adanya kata pembuka “ramalan” (relatif) tersebut.
Perlu kami tegaskan bahwa kami tidak beriman (percaya) terhadap semua penafsiran-penafsiran terhadap “ramalan” Joyoboyo yang ada di internet atau yang dijual bebas di toko buku dan pasar-pasar, siapapun yang melakukan penafsiran itu dan apapun latar belakang mereka. Semua penafsiran “ramalan” Joyoboyo yang tidak menjadikan Alqur’an sebagai rujukan utama sepatutnya ditolak.
Alqur’an, Surah Kahfi (18:9-26) mengisahkan beberapa orang pemuda yang bersahabat, yang hidup di masa pemerintahan Raja Dikyanus (Decius). Raja itu berlaku dzalim, sombong, angkuh dan pemuja berhala. Pemuda yang bersahabat ini adalah pemuda yang beriman kepada Tuhan yang menciptakan langit dan bumi. Pemuda-pemuda itu belum mengenal Allah karena agama nasrani dan agama islam belum ada. Di era Joyoboyo agama nasrani dan islam juga belum masuk ke pulau Jawa.
Raja memanggil pemuda bersahabat itu, karena mereka tidak mau menyembah apa yang disembah oleh raja dan seluruh rakyat dalam kerajaannya. Di hadapan raja Allah meneguhkan hati mereka. (18:14-15).
- dan Kami telah meneguhkan hati mereka di waktu mereka berdiri lalu mereka berkata : “Tuhan kami adalah Tuhan langit dan bumi; kami sekali-kali tidak menyeru Tuhan selain Dia, sesungguhnya kami kalau demikian telah mengucapkan perkataan yang amat jauh dari kebenaran”
- Kaum kami ini telah menjadikan selain Dia sebagai tuhan-tuhan (untuk disembah). Mengapa mereka tidak mengemukakan alasan yang terang (tentang kepercayaan mereka ?). Siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah?
Agar keyakinan pemuda-pemuda itu tidak dicemari oleh keyakinan yang dianut orang-orang di sekitarnya maka salah satu dari mereka mengusulkan untuk berlindung di dalam gua. Berlindung dapat ditafsirkan sebagai bersembunyi. (18 : 16).
- Dan apabila kamu meninggalkan mereka dan apa yang mereka sembah selain Allah, maka carilah tempat berlindung ke dalam gua itu niscaya Tuhanmu akan melimpahkan sebagian rahmat-Nya kepadamu dan menyediakan sesuatu yang berguna bagimu dalam urusan kamu.
“Bersembunyi” dalam bahasa Jawa kuno dapat dimaknai sebagai “piningit”. Pemuda yang teguh pendiriannya, kokoh keyakinannya meski di hadapan raja yang dzalim tidak merasa gentar sedikitpun adalah pemuda jantan, gagah dan berani. Pemuda seperti itu adalah tipikal seorang satria. Dalam bahasa Jawa disebut Satrio. Ummat Islam yang ada sekarang ini adalah ummat yang hidup dan tunduk pada kekuasaan raja yang bernama “hawa nafsu”. Segala tindakannya, laku dan perbuatannya semua yang dilaksanakannya berdasarkan kehendak nafsu dan untuk tujuan nafsu. Mulutnya mudah berkata bahwa semua “karena” Allah semata akan tetapi hatinya yang paling kecil mengatakan “tidak”. Mereka memiliki tujuan lain yaitu untuk mendapatkan “uang” dengan bahasa yang lebih dihaluskan “rezki Allah”. Hal itu tidak dilarang dalam agama, malah dianjurkan dengan tujuan agar ummat islam bisa hidup sejahtera dan berkecukupan kemudian membagi rezekinya dalam bentuk zakat dan sadaqah. Semua kebaikan dan semua perintah agama yang dilaksanakan dengan ta’at balasannya dibayar tunai oleh Allah bahkan disegerakan karena Allah tahu bahwa manusia memiliki kecendrungan sifat tergesa-gesa. Janji-janji Allah kepada manusia dibayar tunai di dunia ini, dengan begitu di padang masyhar nanti posisi janji Allah kepada manusia menjadi zero. Jika Allah ingin memberi “lebih” kepada hambanya yang Dia kehendaki maka itu adalah hak prerogatif Allah sebagai Tuhan terhadap hambaNya. Hak prerogatif ini hanya diberikan kepada mereka yang di masa hidupnya melaksanakan “tauhid murni” kepada Allah. Orang yang melaksanakan tauhid murni adalah orang yang setiap perkataannya dan setiap perbuatannya bukan atas keinginan dirinya akan tetapi murni atas kehendak Allah dan di bawah pengawasan Allah.
Orang-orang yang melaksanakan “tauhid murni” kepada Allah memiliki mental dasar sebagai seorang ksatria karena mereka ditempatkan di dalam sebuah arena perjuangan untuk membawa missi Allah. Seluruh nabi dan rasul jika tidak memiliki mental ksatria tidak akan mungkin bisa bertahan menghadapi semua tantangan yang berat. Apa yang mereka laksanakan bukan untuk kebaikan dirinya akan tetapi untuk Allah semata. Meskipun mereka adalah ksatria-ksatria Allah akan tetapi mereka tidak bisa dikatakan sebagai piningit karena mereka tidak disembunyikan, malah sebaliknya mereka dipersaksikan (diperlihatkan) kepada manusia agar bisa diceritakan, dipanuti dan diteladani.
Yang dimaksud dengan “Sunnatullah” adalah hukum Allah yaitu hukum sebab- akibat. Hukum sebab-akibat berjalan berdasarkan hukum Allah yaitu hukum keseimbangan. Bila ada ksatria Allah yang diperlihatkan (disaksikan/diketahui) oleh manusia maka pasti ada ksatria Allah yang disembunyikan. Azas hukum sebab-akibat dan azas hukum keseimbangan telah terpenuhi karena Allah selalu mentaati hukumNya sendiri.
Manusia (ummat islam) yang mengikuti ksatria Allah yang diperlihatkan/ dipersaksikan (nabi Muhammad) maka kebaikannya (amal baik) segera dibalaskan di dunia ini. Keburukannya (amal buruk) ditangguhkan setelah pengikut itu meninggal dunia. Berbeda halnya dengan manusia yang ditakdirkan mengikuti ksatria Allah yang disembunyikan. Pengikut ini akan mengalami ujian dan cobaan berat terlebih dahulu baru bisa mendapatkan kebaikan. Kebaikan itu akan didapatkan sejak hidupnya di dunia ini hingga kehidupannya di akhirat. Mereka tidak mendapatkan keburukan karena mereka tidak memiliki kesalahan sebab bukan keinginan pribadinya akan tetapi mereka mendapatkan ujian dan cobaan yang berat sebagai masa transisi dari manusia biasa menjadi seorang ksatria Allah. Ksatria-ksatria Allah yang disembunyikan inilah yang dinamakan Ashabul Kahfi. (18 : 9 – 13)
- Atau kamu mengira bahwa orang-orang yang mendiami gua dan (yang mempunyai) raqim itu, mereka termasuk tanda-tanda kekuasaan Kami yang mengherankan?
- (Ingatlah) tatkala pemuda-pemuda itu mencari tempat berlindung ke dalam gua lalu mereka berdoa : “Wahai Tuhan kami berikanlah rahmat kepada kami dari sisiMu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini).
- Maka Kami tutup telinga mereka beberapa tahun dalam gua itu.
- kemudian Kami bangunkan mereka, agar Kami mengetahui manakah diantara kedua golongan itu yang lebih tepat dalam menghitung berapa lamanya mereka tinggal (dalam gua itu).
- Kami ceritakan kisah mereka kepadamu (Muhammad) dengan sebenarnya. Sesungguhnya mereka itu adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka dan Kami tambahkan kepada mereka petunjuk.
Para mufassirin (ahli tafsir) berselisih pendapat dalam mengartikan kata “raqim” pada ayat 9 di atas. Sebagian mengartikan “raqim” adalah nama anjingnya dan sebagian mengartikan batu bertulis. Cahyo Nayaswara lebih cendrung mengartikannya sebagi batu bertulis. Batu bertulis adalah “ramalan” Joyoboyo. Disebut batu bertulis oleh karena kekuatan kebenaran ramalan itu. Batu bertulis tidak termakan usia. Tak lekang dikena panas, tak lapuk dikena hujan. Masyarakat jawa kuno dulu menulis dengan huruf paku. Huruf-huruf itu dipahat di batu cadas. Alqur’an menyebut batu itu sebagai “raqim” yang artinya batu bertulis.
Alqur’an dengan tegas menyebutkan “Kami tutup telinga mereka beberapa tahun dalam gua itu”. Makna yang tersurah pada kata “tutup telinga” adalah tidak mau mendengar. Ini persis sama dengan tipikal Satrio Piningit yang berjalan sendiri dan tidak mau tahu dengan apa yang dikatakan orang, karena telinganya ditutup. (18 : 17 – 19).
- Dan kamu akan melihat matahari ketika terbit, condong dari gua mereka ke sebelah kanan dan bila matahari itu terbenam menjauhi mereka ke sebelah kiri sedang mereka berada dalam tempat yang luas dalam gua itu. Itu adalah sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Allah. Barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang mendapat petunjuk; dan barang siapa yang disesatkanNya; maka kamu tak akan mendapatkan seorang pemimpin pun yang dapat memberi petunjuk kepadanya.
- Dan kamu mengira mereka itu bangun padahal mereka tidur; dan Kami balik-balikkan mereka ke kanan dan ke kiri, sedang anjing mereka mengunjurkan kedua lengannya di muka pintu gua. Dan jika kamu menyaksikan mereka tentulah kamu akan berpaling dari mereka dengan melarikan (diri) dan tentulah (hati) kamu akan dipenuhi dengan ketakutan terhadap mereka.
- Dan demikianlah Kami bangunkan mereka agar mereka saling bertanya diantara mereka sendiri. Berkatalah salah seorang diantara mereka: “Sudah berapa lamakah kamu berada (di sini?)”. Mereka menjawab: “Kita berada (di sini) sehari atau setengah hari”. Berkata (yang lain lagi): “Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lamanya kamu berada (di sini). Maka suruhlah salah seorang diantara kamu pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik, maka hendaklah dia membawa makanan itu untukmu, dan hendaklah dia berlaku lemah lembut dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seseorang pun.
Ayat 17 dan 18 di atas secara jelas dan terang-terangan menyebut pemuda-pemuda yang bersahabat itu “ditidurkan” di dalam gua. Bukan satu orang tetapi beberapa orang. Alqur’an merahasiakan jumlah pastinya (ayat 22) justru yang Alqur’an sebut dengan pasti adalah seekor anjingnya dalam posisi “yang mengunjurkan lengannya di muka pintu gua”.
Makna ditidurkan sama dengan disembunyikan. Dalam versi ramalan Joyoboyo sekali lagi ditegaskan disebut “piningit”. Dalam ramalan Joyoboyo Satrio Piningit tegas-tegas menyebut satu orang saja sedangkan Alqur’an menyebut pemuda-pemuda itu lebih dari satu orang. Allah merahasiakan jumlah pastinya.
Benar, Satrio Piningit hanya satu orang saja. Satrio Piningit ini adalah pemimpin. Pemuda-pemuda yang dimaksudkan dalam Alqur’an yang jumlahnya dirahasiakan adalah murid-murid sekaligus sebagai pengikut setia Satrio Piningit. Dalam ramalan Joyoboyo Satrio Piningit disebut memiliki murid. Jumlahnya tidak disebutkan.
Alqur’an mengisahkan keberadaan seekor anjing. Anjing adalah simbol kesetiaan dan persahabatan. Tidak ada binatang yang paling setia kepada tuannya kecuali anjing. Tidak ada binatang yang paling mudah bersahabat dengan manusia kecuali anjing. Kuda dan kucing termasuk binatang yang bisa bersahabat dengan manusia akan tetapi keduanya tidak memiliki kesetiaan. Murid-murid Satrio Piningit amat sangat setia kepada Satrio Piningit. Mereka tahu betul siapa Satrio Piningit yang sesungguhnya akan tetapi mereka menjaga dan menutup rapat-rapat rahasia itu sampai saat waktunya tiba. Posisi anjing di depan pintu gua memberi makna bahwa kesetiaan murid akan dibuktikan dengan menjaga mulut mereka (pintu gua) agar tidak memberitahukan kepada siapapun sosok Satrio Piningit yang sebenarnya. Antara murid yang satu dengan murid lainnya memiliki persahabatan yang kental, mereka memiliki hakikat sejatinya sebuah persaudaraan. Semua murid-murid Satrio Piningit adalah laki-laki. Meskipun memiliki istri dan anak namun istri dan anak-anaknya itu tidak dimasukkan dalam kategori murid. Kata yang tepat menyebut istri dan anak-anak mereka sebagai pengikut Satrio Piningit. Murid-murid Satrio Piningit memiliki kekuatan, memiliki samangat bak pemuda tangguh tak terkalahkan dan selalu siap melaksanakan perintah Satrio Piningit. Dalam melaksanakan perintah itu mereka memiliki kesadaran prima, kecermatan dan kewaspadaan yang tinggi, sebagaimana makna ayat 20 dibawah ini:
- Sesungguhnya jika mereka dapat mengetahui tempatmu, niscaya mereka akan melempar kamu dengan batu atau memaksamu kembali kepada agama mereka, dan jika demikian niscaya kamu tidak akan beruntung selama-lamanya.
Pemuda-pemuda ashabul kahfi tidak membawa missi agama karena di masanya belum ada agama nasrani dan agama islam. Mereka hanya memiliki keyakinan diri tentang adanya Tuhan. Pemuda itu meminta kepada penduduk agar di atas gua dibuat “rumah peribadatan” akan tetapi bukti-bukti arkeologis yang dapat dilihat sekarang ini tidak terdapat tanda-tanda adanya bekas peninggalan rumah peribadatan tersebut. (18 : 21).
- Dan demikian (pula) Kami mempertemukan (manusia) dengan mereka, agar manusia itu mengetahui, bahwa janji Allah itu benar, dan bahwa kedatangan hari kiamat tidak ada keraguan padanya. Ketika orang-orang itu berselisih tentang urusan mereka, orang-orang itu berkata : “Dirikanlah sebuah bangunan di atas (gua) mereka, Tuhan mereka lebih mengetahui tentang mereka”. Orang-orang yang berkuasa atas urusan mereka berkata: “Sesungguhnya kami akan mendirikan sebuah rumah peribadatan di atasnya”.
Manusia yang hidup sekarang ini masih dapat menyaksikan gua ashabul kahfi di dekat Damaskus. Di atas gua itu hanya ada batu cadas yang gersang dan tidak terdapat tanda peninggalan rumah peribadatan.
Ramalan Joyoboyo juga tidak menyebut bahwa Satrio Piningit membawa missi agama tertentu. Tidak ada agama yang dia benarkan dan tidak ada agama yang disalahkan. Rumah peribadatan di atas gua kahfi hanyalah simbol yang bisa memberi pencerahan kepada kita bahwa posisi yang dimiliki Satrio Piningit sangat strategis karena posisi dia berada dibawa TAHTA TUHAN (rumah peribadatan). Dalam versi ramalan Joyoboyo, posisi Satrio Piningit disebut sebagai anak dewa berwujud manusia. (18 : 22).
- Nanti (ada orang yang akan) mengatakan (jumlah mereka) adalah tiga orang yang keempat adalah anjingnya, dan (yang lain) mengatakan: “(jumlah mereka) adalah lima orang yang keenam adalah anjingnya”, sebagai terkaan terhadap barang yang gaib; dan (yang lain lagi) mengatakan: “(jumlah mereka) tujuh orang yang kedelapan adalah anjingnya”. Katakanlah : “Tuhanku lebih mengetahui jumlah mereka: tidak ada orang yang mengetahui (bilangan) mereka kecuali sedikit”. Karena itu janganlah kamu (Muhammad) bertengkar tentang hal mereka, kecuali pertengkaran lahir saja dan jangan kamu menanyakan tentang mereka (pemuda-pemuda itu) kepada seorang pun di antara mereka.
Alqur’an tidak menjelaskan berapa jumlah ashabul kahfi yang sebenarnya. Alqur’an hanya menyebut angka-angka ganjil; tiga, lima dan tujuh. Adapun anjing disebutkan pada posisi angka yang genap, empat, enam dan delapan.
Ramalan Joyoboyo juga tidak menyebutkan berapa jumlah murid Satrio Piningit yang sebenarnya. Alqur’an merahasiakan, Joyoboyo juga merahasiakan. Yang mengetahui jumlah yang sebenarnya adalah Satrio Piningit sendiri dan murid-muridnya itu. Anjing adalah simbol kesetiaan pada sang guru. Anjing adalah simbol kesetiaan, persahabatan dan persaudaraan antara sesama muridnya. Jika manusia mengatakan murid Satrio Piningit jumlahnya banyak maka kamu salah karena jumlahnya sedikit. Jika kamu katakan sedikit maka kamu salah karena jumlah mereka banyak. Jika kamu katakan hitungan mereka genap maka kamu salah karena hitungan mereka ganjil. Jika kamu katakan hitungan mereka ganjil maka kamu salah karena hitungan mereka adalah genap. Semua murid-murid Satrio Piningit digenapkan oleh kekuatan gaib. Kekuatan itu adalah kekuatan gaib Satrio Piningit yang selalu setia menjaga murid-muridnya, menjaga rahasia dirinya sekaligus menjaga rahasia Tuhannya. Rahasia Satrio Piningit adalah rahasia Tuhan. Itulah misteri rumah peribadatan di atas gua persembunyian (piningit). Allah menjaga kerahasiaan Satrio Piningit bersama murid-muridnya, sebagaimana Allah menjaga kerahasiaan jumlah pemuda Ashabul Kahfi. Allah melarang nabi Muhammad mempertanyakan jumlah pemuda Ashabul Kahfi apalagi mempertanyakan nama-nama mereka. Dalam ramalan Joyoboyo nama Satrio Piningit dan jumlah murid-muridnya juga dirahasiakan. Yang mengetahui jumlah mereka yang sebenarnya adalah mereka sendiri. Sangat sedikit jumlahnya jika dibandingkan dengan bangsa Indonesia yang berjumlah dua ratus juta lebih. Bila ada manusia biasa yang membicarakan, membahas atau mendiskusikan topik Satrio Piningit bersama murid-muridnya, Alqur’an menyebut manusia-manusia itu hanya melakukan terkaan terhadap barang yang gaib. Ashabul Kahfi dan Satrio Piningit bukan merujuk pada nama seseorang atau kelompok akan tetapi sifat, perilaku dan kepribadian sekelompok orang dimana di dalam kelompok itu ada seorang pemimpinnya. Dalam ramalan Joyoboyo disebutkan “bila Satrio Piningit muncul maka dia menggunakan nama barunya”. Bila namanya telah muncul maka ikutilah perkataannya, karena perkataannya itu adalah kebenaran. Perkataannya bernilai sebuah firman. Bernilai sebuah sabda. Bermakna sebagai “titah” dari seorang pemimpin (raja) yang bijaksana.
Bila Allah telah menginzinkan Satrio Piningit menggunakan nama barunya kemudian manusia telah mengetahui bahwa “nama” itu adalah nama ksatria Allah yang disembunyikan maka dapat dikatakan sepertiga dari rahasia Satrio Piningit telah mulai dibuka. Jika manusia telah mengetahui sosok pengguna atau pemilik nama tersebut meski belum berjumpa dengan sosok itu maka itu berarti dua pertiga rahasia Satrio Piningit telah dibuka. Bila manusia telah berjumpa dengan Satrio Piningit sebagaimana manusia berjumpa dengan Ashabul Kahfi setelah bersembunyi di dalam gua maka itu berarti seluruh rahasia Satrio Piningit telah dibuka dengan terang benderang. Saat itu Satrio Piningit bukan lagi ksatria Allah yang disembunyikan akan tetapi disebut ksatria Allah yang dipersaksikan atau diperlihatkan. Manusia wajib mengikuti perkataannya dan mentaati segala perintahnya. Sebagaimana pada Ashabul Kahfi, ksatria Allah yang nanti akan dilihat oleh manusia tidak membawa missi agama. Syariah islam ditiadakan, tata cara peribadatan agama lainnya dihapuskan, “tauhid murni” kepada Allah ditegakkan dengan cara tunduk dan taat kepada apa yang diperintahkan oleh Ksatria Allah yang telah dipersaksikan tersebut.
- Dan mereka tinggal dalam gua mereka tiga ratus tahun dan ditambah sembilan tahun (lagi) (18 : 25)
Pemuda ashabul kahfi ditidurkan di dalam gua dalam waktu yang sangat lama. Alqur’an menyebut lamanya waktu mereka disembunyikan (piningit) di dalam gua adalah tiga ratus tahun dan sembilan tahun, akan tetapi ashabul kahfi hanya merasa seperti sehari atau setengah hari saja (18:19). Perbandingan waktu akhirat dan waktu dunia adalah sehari akhirat (waktu gaib) lima ratus tahun waktu di dunia (waktu nyata). Kalau dihitung dengan waktu gaib (akhirat) maka dapat disimpulkan bahwa ashabul kahfi berada di dalam gua tidak cukup sehari akan tetapi lebih dari setengah hari dengan asumsi waktu nyata (dunia) adalah tiga ratus tahun dan ditambah sembilan tahun.
Maka benarlah apa yang disebutkan dalam “ramalan” Joyoboyo bahwa Satrio Piningit mengenal baik leluhur kalian, tahu semua kejadian masa lalu seakan-akan dia ada saat kejadian itu. Hal ini disebabkan karena Satrio Piningit menggunakan “dua” waktu yaitu waktu gaib dan waktu nyata, yang perbandingannya sehari berbanding lima ratus tahun. Ramalan Joyoboyo sudah berusia lima ratus tahun lebih akan tetapi selalu segar dalam ingatan seakan-akan sabdo palon nayo genggong baru mengucapkannya kemarian siang. Perasaan itu benar karena hitungannya menggunakan waktu gaib. Perasaan seperti itulah yang dirasakan oleh ashabul kahfi.
Sangat beralasan jika manusia tidak dapat mengetahui apalagi menemukan sosok Satrio Piningit yang sebenarnya, sebab manusia hanya menggunakan waktu nyata. Meskipun Satrio Piningit hidup di zaman kita, dizaman modern ini, berada di sekitar kita, menyaksikan kita, menggunakan semua kecanggihan teknologi yang kita gunakan dan juga menggunakan waktu nyata sebagaimana yang kita gunakan akan tetapi jika dia sudah merasakan ada manusia yang telah sampai pada tingkatan “meraba-raba” dirinya (belum mengetahui apalagi menemukan) maka dengan sekejap mata dia masuk ke dalam dimensi waktu gaib. Di waktu gaib itulah tempat persembunyian Satrio Piningit. Dia “memingit diri” di dalam waktu gaib. Wajar, logis dan rasional jika manusia tidak dapat mengetahuinya apalagi menjumpainya.
Ramalan Joyoboyo menyatakan: Satrio Piningit bersenjatakan “trisula weda” memiliki ilmu sakti mandraguna. Tri artinya tiga (3). Tiga (3) adalah bilangan ganjil. Alqur’an (18 : 25) juga menyebut angka tiga ratus (300). Tentu ini ada hubungannya mengingat angka nol (00) adalah bilangan tak terhingga maka disebut sakti mandraguna karena kekuatannya tak terhingga.
Tiga ratus (300; 3 = trisula, 00 = sakti mandraguna/tak terhingga) tahun dan ditambah sembilan (9) tahun lagi. Bisa saja Alqur’an menyebut tiga ratus sembilan tahun akan tetapi yang dikatakan adalah tiga ratus untuk memberi penekanan bahwa itulah senjata “trisula weda”, dan ditambah sembilan untuk memberi penekanan bahwa sembilan (9) itu adalah angka pemilik senjata yaitu Satrio Piningit.
Bilangan asli adalah : 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, dan 9.
Bilangan tak terhingga adalah : 0
Bilangan genap adalah: 2, 4, 6 dan 8
Bilangan ganjil adalah : 1, 3, 5, 7 dan 9
Semua bilangan-bilangan ini disebutkan dalam ashabul kahfi, yang dapat dimaknai sebagai berikut:
a. Bilangan Ganjil
1 adalah Tuhan
3 adalah Satrio Piningit dan murid-muridnya (ashabul kahfi)
5 adalah Satrio Piningit dan murid-muridnya (ashabul kahfi)
7 adalah Satrio Piningit dan murid-muridnya (ashabul kahfi)
9 adalah Satrio Piningit (pemimpin)
b. Bilangan Genap
4 adalah kesetiaan, persahabatan dan persaudaraan (anjing ashabul kahfi)
6 adalah kesetiaan, persahabatan dan persaudaraan (anjing ashabul kahfi)
8 adalah kesetiaan, persahabatan dan persaudaraan (anjing ashabul kahfi)
Catatan : angka 2 tidak disebutkan karena Tuhan tidak boleh digenapkan
Joyoboyo meramalkan bahwa tanda kemunculan Satrio Piningit apabila telah terjadi “goro-goro”. Yang dimaksud dengan goro-goro adalah terjadinya suatu peristiwa maha dahsyat yang membawa dampak besar terhadap bangsa Indonesia, khususnya ummat islam sebagai golongan yang mayoritas mendiami negara ini.
Awalnya penulis tidak ingin mengkaji permasalahan “goro-goro” sebagaimana yang diramalkan oleh Joyoboyo dan sedang ribut dibicarakan oleh orang-orang setiap menjelang pemilihan presiden. Penulis lebih menyikapinya dengan sikap apatis (masa bodoh) untuk mengimbangi rasa pesimisme penulis terhadap peristiwa yang akan terjadi tersebut. Bila perasaan ini dibiarkan berlarut-larut maka secara tidak langsung penulis telah memasukkan dirinya kedalam satu perangkap bahwa penulis telah melakukan “kecurangan intlektual” secara sadar karena penulis menyajikan satu kajian ilmiah yang belum pernah dilakukan oleh manusia dimanapun dalam keadaan tidak utuh, tidak sempurnah dan tidak total mengingat antara Satrio Piningit dan goro-goro memiliki hubungan causalitas (sebab-akibat) yang musti dianalisis secara keseluruhan sesuai dengan pendekatan ilmiah yang dipilih oleh penulis yaitu Alqur’an.
Ayat Alqur’an yang dapat kami kemukakan untuk membackup kebenaran “goro-goro” sebagaimana yang diramalkan oleh prabu Joyoboyo adalah Surah Al-Isra (17 : 58):
- Tak ada suatu negeri pun (yang durhaka penduduknya), melainkan Kami membinasakannya sebelum hari kiamat atau Kami azab (penduduknya) dengan azab yang sangat keras. Yang demikian itu telah tertulis di dalam kitab (Lauh Mahfuzh).
Mungkin orang-orang pandai, alim ulama, kiyai dan ustaz akan mengatakan bahwa ayat itu tidak relevan menyebut kebenaran ramalan Joyoboyo menyangkut peristiwa goro-goro oleh karena ayat tersebut hanya berhubungan dengan ummat nabi Saleh dan telah terjadi di masa lampau sebagaimana kelanjutan ayat berikutnya (17 : 59):
- Dan sekali-kali tidak ada yang menghalangi Kami untuk mengirimkan (kepadamu) tanda-tanda (kekuasaan Kami), melainkan karena tanda-tanda itu telah didustakan oleh orang-orang dahulu. Dan telah Kami berikan kepada Samud unta betina itu (sebagai mukjizat) yang dapat dilihat, tetapi mereka menganiaya unta betina itu. Dan Kami tidak memberi tanda-tanda itu melainkan untuk menakuti.
Mereka yang merasa cerdik pandai akan lebih merendahkan penulis jika disampaikan kelanjutan ayat 17:60 berikut ini:
- Dan (ingatlah), ketika Kami wahyukan kepadamu: “Sesungguhnya (ilmu) Tuhanmu meliputi segala manusia”. Dan Kami tidak menjadikan mimpi yang telah Kami perlihatkan kepadamu, melainkan sebagai ujian bagi manusia dan (begitu pula) pohon kayu yang terkutuk dalam Alqur’an . Dan Kami menakut-nakuti mereka, tetapi yang demikian itu hanyalah menambah besar kedurhakaan mereka.
Mereka yang merasa diri ulama, ustaz, para kiyai dan orang-orang cerdik pandai lainnya tidak menyadari bahwa untuk mengetahui keadaan penduduk Indonesia saat sekarang ini adalah dengan mengkaji ayat 60 terlebih dahulu. Bottom up dan bukan Top down.
Penulis lebih cenderung memaknai kata “mimpi” pada ayat 60 sebagai penglihatan gaib rasulullah di malam isra’ mi’raj, dimana ketika nabi Muhammad menceritakan “mimpi” itu kepada ummat islam sebagian besar tidak mempercayainya dan sebagiannya lagi ragu-ragu kecuali Abubakar Assyiddiq (orang yang meyakini) mimpi tersebut. Allah ingin menguji kemudian menyeleksi tingkat kepercayaan ummat pada masa itu.
Di masa sekarang Allah ingin menguji ummat islam (khususnya di Indonesia) saat ini dengan adanya “pohon kayu terkutuk dalam Alqur’an”. Yang dimaksud dengan pohon kayu terkutuk adalah pohon zaqqum sebagaimana surah 37: 63-67;
- Sesungguhnya Kami menjadikan pohon zaqqum itu sebagai siksaan bagi orang-orang yang zalim.
- Sesungguhnya dia adalah sebatang pohon yang keluar dari dasar neraka Jahim.
- Mayangnya seperti kepala syaitan-syaitan.
- Maka sesungguhnya mereka benar-benar memakan sebagian dari buah pohon itu, maka mereka memenuhi perutnya dengan buah zaqqum itu.
- Kemudian sesudah makan buah pohon zaqqum itu pasti mereka mendapat minuman yang bercampur dengan air yang sangat panas.
Orang-orang yang melakukan demonstrasi adalah orang-orang yang merefleksikan api kemarahan yang ada di dalam dirinya. Orang-orang itu telah memakan buah zaqqum, dan setelah perutnya penuh mereka diberi minuman yang bercampur dengan air yang sangat panas. Mereka tidak mau tunduk, mereka melakukan perlawanan dan memaksakan kehendaknya karena kepalanya adalah mayangnya pohon zaqqum seperti kepala-kepala syaitan. Ayat 60 surah Al Isra’ menggambarkan kepada kita suasana dan perasaan manusia yang melakukan demonstrasi yaitu rakyat Indonesia. Tujuan demonstrasi adalah sikap rakyat yang melakukan protes terhadap pemerintah (presiden dan penyelenggara negara lainnya dari semua tingkatan) disebabkan karena mereka tidak berlaku adil.
Di masa lalu, Allah mengutus nabi Saleh di tengah-tengah kaum Samud. Nabi Saleh berkata kepada kaumnya “janganlah ganggu unta betina itu, biarkanlah dia bebas mencari makannya sendiri”. Nabi Saleh mengatur secara adil sumber air buat yang diminum oleh manusia dan air untuk yang diminum oleh unta betina tersebut. Unta betina hanyalah ujian Allah sebagai tanda untuk menakut-nakuti. Namun kaum Samud melakukan perbuatan yang melampaui batas. Mereka mengganggu, menyakiti dan menganiaya unta betina itu. Maka turunlah azab Allah berupa hujan batu yang membinasakan seluruh kaum Samud.
Di masa sekarang, para penyelenggara negara (eksekutif, legislatif dan yudikatif) di semua tingkatan dan lini dapat dimaknai sebagai kaum Samud dan unta betina dapat dimaknai sebagi rakyat Indonesia. Biarkanlah rakyat Indonesia menikmati apa yang seharusnya menjadi haknya. Janganlah hak rakyat diselewengkan dan dikorupsi habis-habisan yang menyebabkan terjadinya inflasi, harga-harga melambung tinggi yang menyebabkan rakyat tidak memiliki “daya beli” sehingga mereka susah makan.
Di pulau Jawa sudah banyak masyarakat yang hanya makan nasi aking yaitu nasi basi yang dikeringkan kemudian dimasak kembali untuk dimakan. Ini menandakan kebebasan rakyat untuk membeli beras sudah diganggu sebagai dampak melemahnya “daya beli” masyarakat.
Allah menurunkan azabnya kepada kaum Samud. Allah menurunkan azabnya kepada penyelenggara negara di semua tingkatan. Hujan batu dapat dimaknai sebagai demonstrasi-demonstrasi yang dilakukan oleh rakyat. Semua demonstrasi hanya mempermasalahkan “kesulitan hidup”. Demonstrasi adalah tanda-tanda yang datangnnya dari Allah untuk menakuti.
Ayat 60 surah Al’isra untuk menggambarkan suasana batin rakyat Indonesia dan ayat 59 Al’isra yang menggambarkan pelanggaran-pelanggaran penyelenggara pemerintahan berjalan terus dan berputar seperti tidak akan ada habisnya. Demonstrasi tidak akan pernah habis kecuali ratu adil (Satrio Piningit) yang memimpin penyelenggara pemerintahan. Dan alam pun ikut serta memperlihatkan tanda-tandanya. Bencana tsunami, gempa bumi, banjir bandang dan tanah longsor di mana-mana, letusan gunung berapi di dasar laut dan di darat dan sebagainya memberi tanda-tanda kepada kita bahwa azab Allah yang sangat keras telah diturunkan (17:58). Jika kita tidak melihat tanda-tanda alam ini sebagai azab Allah dan tidak mengambilnya sebagai pelajaran, bukan tertutup kemungkinan Allah akan membinasakan sebagian besar penduduk Indonesia sebelum hari kiamat tiba, dan menyisakan sedikit penduduk untuk menikmati era baru, era pemerintahan ratu adil (Satrio Piningit). Goro-goro dan Satrio Piningit adalah satu kesatuan yang tidak mungkin bisa dipisahkan. Tanpa goro-goro Satrio Piningit tidak akan pernah muncul di tengah-tengah kita semua.
Telaah kritis peristiwa pemuda Ashabul Kahfi yang bersembunyi sangat relevan dengan ramalan Joyoboyo tentang Satrio Piningit yang bersembunyi. Kajian ini dilakukan bukan karena dilandasi oleh dorongan hawa nafsu duniawi atau karena ada maksud-maksud tertentu sehingga dapat mengurangi nilai objektifitasnya sebuah tulisan. Kajian ini dilakukan dengan niat suci dan tulus ingin memberi sesuatu yang berarti buat bangsa Indonesia khususnya buat ummat islam. Apalah arti seorang saya, seorang seniman religius yang berpakaian apa adanya, berbicara apa adanya di tengah-tengah orang-orang yang merasa dirinya kaum cerdik cendikia. Saya hanyalah seperti sebuah busa di tengah samudera yang luas, yang tidak punya arti apa-apa bagi banyak orang. Tapi barangkali ada juga sedikit orang yang berfikir dan melihat busa itu sebagai petunjuk Tuhan bahwa di bawah busa itu, di dasar lautan yang dalam ada sebuah mutiara indah yang mahal harganya yang patut diselami.
Dan kepada banyak orang yang menolak kebenaran ini biarkanlah dia mendengar firman Allah di bawah ini:
- Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat dari Tuhannya lalu dia berpaling dari padanya dan melupakan apa yang telah dikerjakan oleh kedua tangannya?. Sesungguhnya Kami telah meletakkan tutupan di atas hati mereka, (sehingga mereka tidak) memahaminya, dan (Kami letakkan pula) sumbatan di telinga mereka; dan kendatipun kamu menyeru mereka kepada petunjuk, niscaya mereka tidak akan mendapat petunjuk selama-lamanya. (18 : 57)
Saya bukan orang pertama yang menyampaikan kebenaran ramalan Joyoboyo tapi Saya adalah orang yang menyampaikan kebenaran ramalan Joyoboyo berdasarkan Alqur’an. Saya hanya menyampaikan atau menyuarakan kebenaran tidak lebih dari sekedar sebagai Sabdo Palon Nayo Genggong. Akan ada sedikit orang yang dapat menyelami makna-makna sebuah perkataan seperti menyelami lautan dalam untuk mendapatkan mutiara indah yang mahal harganya.,
Kepada yang mulia Satrio Piningit, Saya atas nama pribadi dan keluarga mengucapkan Salamun Alaikum Bima Sabartum. (keselamatan atasmu berkat kesabaranmu)